Nasional

Dampak Efisiensi Anggaran, RRI dan TVRI Pangkas Karyawan

GEDUNG Radio Republik Indonesia/(Foto: Detikcom)

Zonafakta, JAKARTA – Efisiensi anggaran besar-besaran di kementerian/lembaga dan pemerintah daerah yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto juga berdampak pada ketenagakerjaan.

Juru Bicara Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (RRI) Yonas Markus Tuhuleruw mengakui kabar tentang pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap sejumlah kontributor RRI dan mitra kontrak, sebagai imbas pemangkasan anggaran. Namun ia memastikan langkah PHK dilakukan dengan hati-hati.

“Diseleksi secara ketat,” kata Yonas dalam keterangannya, Senin (10/2/2025).

Selain itu, imbuh dia, pemangkasan anggaran ini juga berdampak pada penghentian sementara pemancar AM atau pemancar radio yang menggunakan teknik modulasi amplitudo untuk mengirimkan sinyal audio. Menurut Yonas, penutupan pemancar AM ini karena sudah tidak banyak didengar masyarakat.

“Sudah jarang didengar, mereka selalu menggunakan FM dan digital,” katanya.

Selain itu,  RRI saat ini juga sedang mendorong inovasi dan memanfaatkan multiplatform dalam penyajian informasi siaran.

Yonas mengungkapkan, pemangkasan anggaran untuk RRI mencapai Rp300 miliar dari nilai pagu Rp1,7 triliun di 2025.

“Kami tetap tegak lurus terhadap kebijakan yang diambil,” katanya.

Meski ada pemangkasan anggaran, Yonas memastikan layanan atau siaran RRI tetap berjalan normal. Penghematan listrik dan operasional kantor juga ditempuh untuk menyiasari pemangkasan anggaran ini.

Sementara itu, Koalisi Organisasi Pers ‘Rumah Jurnalis’di Sulawesi Tengah (Sulteng), mengecam kebijakan TVRI setempat yang secara mendadak merumahkan sekitar 15 jurnalis, termasuk sejumlah penyiar. Keputusan ini disebut sebagai dampak dari kebijakan efisiensi anggaran yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat di bawah Presiden Prabowo Subianto.

Ketua Aliansi Jurnalis Independen Wilayah Palu, Agung Sumandjaya, mengatakan, perumahan para jurnalis di TVRI Sulteng menjadi keprihatinan bersama sejumlah organisasi pers dan media yang tergabung dalam Rumah Jurnalis.

“Seharusnya, lembaga penyiaran publik yang notabenenya bekerja untuk kepentingan publik di bidang informasi, tidak ikut menjadi sasaran efisiensi anggaran, apalagi anggaran yang dikhususkan untuk gaji para jurnalis,” katanya kepada wartawan, Senin (10/2/2025).

Menurut Agung, efisiensi anggaran yang bertujuan mendukung program Makan Bergizi Gratis (MBG) tidak seharusnya dilakukan dengan mengorbankan kesejahteraan jurnalis di lembaga penyiaran publik.

Rumah Jurnalis  khawatir anak-anak dari para jurnalis yang dirumahkan justru akan kesulitan memenuhi kebutuhan gizi akibat hilangnya penghasilan orang tua mereka.

Kebijakan pemerintah pusat itu dinilai mencederai marwah kemerdekaan pers, di mana bagian dari tugas dan tanggungjawab jurnalis dalam mewujudkan Kebebasan Pers adalah mencari dan mengumpulkan informasi untuk disampaikan kepada publik.

“Sementara para jurnalis di Sulteng tidak dapat bekerja melakukan tugasnya sesuai amanat UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers karena telah dirumahkan,” katanya.

Dalam pernyataan sikapnya, koalisi ini mendesak pemerintah untuk mengkaji ulang kebijakan efisiensi anggaran, khususnya bagi para jurnalis kontributor dan pegawai kontrak di lembaga penyiaran publik. Selain itu, mereka meminta lembaga penyiaran publik di daerah membuka ruang dialog demi keadilan serta pemenuhan hak-hak pekerja.

Sementara itu, ratusan pegawai Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menggelar unjuk rasa di depan kantor mereka di kawasan Ciracas, Jakarta Timur, Senin (10/2/2025) pagi. Mereka mengeluhkan pemangkasan anggaran LPSK yang mencapai 62,8 persen.

Aksi demo ini turut dihadiri para pimpinan lembaga tersebut. Mereka tampak mengenakan baju seragam putih. Dalam unjuk rasa itu, para pegawai saling bergantian menyampaikan pendapatnya sebagai respons atas pemangkasan anggaran yang dikeluarkan Presiden Prabowo Subianto.

Pemotongan itu dikhawatirkan akan berdampak terhadap pelayanan untuk saksi dan korban. Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal LPSK Budi Achmad Djohari mengatakan setelah terdampak pemotongan, anggaran LPSK untuk periode 2025 hanya tersisa Rp 88 miliar.

“Saya sepakat bahwa ini memang bukan efisiensi, tetapi pemotongan. Tetapi kebijakan ini berada di luar kendali kami. Kami akan mempelajari di mana efisiensi bisa dilakukan tanpa mengurangi pelayanan untuk saksi dan korban,” ujar Djohari di hadapan para pegawai LPSK.

Salah seorang pegawai menyatakan pemotongan anggaran LPSK dikhawatirkan juga berdampak terhadap pegawai kontrak dan honorer. Menurut dia, akan ada puluhan pegawai non PNS yang berpotensi dipecat.

Pimpinan LPSK Brigadir Jenderal Purnawirawan Achmadi mengatakan masih mengkaji dampak pemotongan anggaran lembaganya. Dia mengaku sedang melobi Komisi XIII Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendesak Kementerian Keuangan mengurangi porsi pemangkasan anggaran itu.

“Ini masih kami pelajari. Semua aspirasi pegawai dan kekhawatiran mereka nanti akan saya bahas bersama pimpinan lainnya,” ujar Achmadi.

Menurut dia, dengan anggaran yang berkurang lebih dari setengahnya, perlindungan terhadap saksi dan korban tidak boleh terganggu. Dia mengatakan harus ada yang dikorbankan imbas kebijakan pemotongan anggaran tersebut.

“Efisiensi itu perintah presiden dan tidak bisa kami tolak, tetapi saya tegaskan bahwa perlindungan saksi dan korban harus tetap jalan,” katanya.

Presiden Prabowo Subianto sebelumnya menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dan Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025. Di dalam beleid yang dikeluarkan per 22 Januari 2025, pemerintah memangkas anggaran belanja negara tahun anggaran 2025  sebesar Rp 306,6 triliun, yang terdiri atas anggaran belanja kementerian/lembaga sebesar Rp 256,1 triliun, dan anggaran transfer ke daerah sebesar Rp 50,5 triliun.

Kementerian Keuangan merespons perintah efisiensi anggaran tersebut dengan mengeluarkan Surat Menteri Keuangan Nomor S-37/MK.02/2025 tentang Efisiensi Belanja K/L dalam Pelaksanaan APBN TA 2025.

Berdasarkan surat Menteri Keuangan, menteri dan kepala lembaga diminta melakukan identifikasi efisiensi anggaran masing-masing dan membahasnya dengan mitra komisi di Dewan Perwakilan Rakyat. Hasil revisi nantinya berupa pembintangan anggaran dan diserahkan ke Menteri Keuangan paling lambat 14 Februari 2025.

 

 

Leave a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Articles

Nasional

Tolak Tunjukkan Ijazah ke TPUA, Jokowi Perlihatkan kepada Wartawan

Zonafakta, SOLO – Presiden ke-7 RI Joko Widodo alias Jokowi menerima kedatangan...

Nasional

Wafat di Usia 87 Tahun, Titiek Puspa Sempat Santuni Anak Yatim

Zonafakta, JAKARTA – Innalillahi Wainnailaihi rojiun. Artis senior Titiek Puspa berpulang ke...

Nasional

Massa Aksi Solidaritas Untuk Juwita Minta Terdakwa Dihukum Mati

zonafakta.id, BANJARBARU – Massa yang tergabung dalam aksi solidaritas untuk jurnalis Juwita di...

Nasional

Pemerintah Tetapkan Idulfitri 1446 H pada 31 Maret

Zonafakta JAKARTA – Pemerintah menetapkan Hari Raya Idulfitri 1 Syawal 1446 Hijriah...